<< / >>

Deskripsi:

Bukan bermaksud ingin beromantis-romantisan jika buku ini diawali dengan petikan syair lagu Iwan Fals di atas. Bukan pula ingin menyesali masa lalu yang entah ke mana perginya jika bab awal buku ini diberi judul ”Masa Lalu, Entah ke Mana Kini”. Buku ini hanya ingin mengajak pembaca untuk melarutkan diri barang sekejap ke dalam dinamika alam, tempat kita menggantungkan hidup dan kelangsungan hidup generasi kita di masa-masa yang akan datang. Melarutkan diri dengan alam tidak berarti harus mendaki gunung, menyusuri rimba belantara, apalagi sampai menetap di gua-gua. Kalau kita mau memperhatikan, sebentar saja, apa yang tengah terjadi di sekitar kita, itu sudah cukup sebagai permulaan yang sangat baik buat kita untuk melarutkan diri ke dalamnya. Mari berangkat dari hal yang paling sepele, saluran limbah rumah kita. Ke mana perginya limbah itu? Limbah itu akan mengalir menyusuri saluran, berkumpul dengan limbah rumah tetangga dan memasuki parit-parit yang lebih besar. Parit-parit itu terhubung dengan anak-anak sungai, tempat di mana limbah yang lebih besar terkumpul. Tidak hanya sampai di situ, anak-anak sungai itu akan mengalir menuju sungai induk. Sungai induk itu akhirnya mengalir menuju lautan. Ini terjadi setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun. Bayangkan! Buku ini tidak hendak mengajak pembaca untuk menghitung berapa kiloliter limbah yang memasuki sungai setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, atau setiap tahunnya. Namun, dari situ setidaknya kita bisa membayangkan betapa besar limbah yang harus ditampung oleh sungai-sungai. Memang, dengan kemampuannya membersihkan diri, sungai-sungai tersebut dapat mengurai limbah beracun menjadi tidak beracun melalui bakteri yang ada di dalamnya. Pertanyaannya adalah, bagaimana jika di dunia ini tidak ada sungai? Bisa dibayangkan alam ini akan penuh dengan limbah. Begitu besar jasa sebuah sungai bagi manusia. Ironisnya, kok ya ada di antara kita yang tega meracuninya. Hanya demi keuntungan jangka pendek, yakni memperoleh ikan dengan lebih banyak dan lebih cepat, tega-teganya kita memasukkan racun ke sungai. Apakah ini bukan sebuah tindakan yang durhaka? Apakah nggak ada cara lain yang lebih arif? Sungai hanyalah salah satu contoh elemen alam yang begitu besar jasanya, namun banyak yang menyia-nyiakan. Hutan, lahan basah, dan laut juga merupakan elemen alam yang telah menjadi korban sekalipun jasanya bagi kita tidak mampu kita bayar. Kita berutang begitu besar kepada mereka. Cara melunasinya sebenarnya tidak susah, sekalipun juga tidak bisa dibilang mudah. Kita hanya perlu bersahabat dengan mereka. Tidak lebih. Jangan sampai alam menagih utang kita dengan ancaman bencana seperti banjir, tanah longsor, dan kelaparan yang merenggut ribuan jiwa. Mari bersahabat dengan alam!

Eksemplar:

No Kondisi Harga Ketersediaan Lokasi Perpustakaan Lokasi Penyimpanan