Kehancuran sebuah bangsa bukan hanya karena agresi atau bencana. Kehancuran itu kadang benihnya justru tumbuh dari dalam diri: abai etika dan moralitas, lalu khianat pada wasiat dan amanat. Ketika orang tidak lagi takut dengan etika agama dan moralitas hukum, menggunakan pendekatan yang sama untuk memberantas korupsi, kadang tidak membuahkan hasil. Pemberantasan korupsi akan bijak bila dimulai dengan sentuhan hati. Tak banyak yang mengerti bahwa hati adalah kunci revolusi. Korupsi merupakan fenomena sosial yang dinilai sebagai factor perusak peradaban. Struktur kebangsaan dan kenegaraan luluhlantak kerena praktikkorupsi yang dilakukan elite danpejabatnya.Sejarah Indonesia denganjelasmencatatbetapakorupsimerupakanpermasalahanakut yang takmudahdisembuhkan.Bahkanbiladirunutlebihjauh, korupsitelahmenghancurkan VOC setelahberatustahunmengeksploitasi Nusantara. Fenomena yang anehjustruterjadi era reformasi. Kita tahureformasidigerakkanantaralainuntukmelawansentralismeOrdeBarudan KKN. Namun, yang terjadijustrukontraproduktif: korupsiberlariseiringdenganotonomi. Bahkan, korupsidilakukansecaramasif di level kepaladesa. Kenapabisa? Orang sudahtidaklagitakutdenganancamanhukumanapabilamelakukantindakpidanakorupsi.Bahkan yang lebihmengerikan, orang tidakpercayalagidengannorma agama sehinggatanpabebanmelakukanpenyimpangan. Disidangdandipenjaratetapjugarelakstanpaadakecemasan,halituseolahdimaknaisebagaipindahrumah. Melaluitayangan media kitamelihatparatersangkadanterdakwatersenyummenganggapentengpermasalahan yang dihadapi. Fenomenadiatasmendorongpenulisuntukmenyajikanbukuini.Permasalahan yang esensialdariperilakukorupsisebetulnyaterletakpadadirimanusianya.Ada yang hilangdalamdirimanusiadalamkedudukannyasebagaipemimpindimukabumiatausebagaiinsanbudaya.Bukuinimembimbingpembacauntukmengenalikembalipotensimanusia yang merupakananugerahTuhan, membangkitkannya, danmenyebarluaskannyasebagaienergipositif.Semogabukuinimampumemberiandiluntukmelahirkangenerasi yang bersih, berkompeten, danberdedikasi.