Al Mustafa, insan pilihan dan dambaan, kala mentari cemerlang hari itu, menggulung jarak ombak menuju pulau kelahiran, di bulan Tichreen, bulan kenangan. Waktu kapal menjelang pelabuhan, ia tegak di haluan, para pelaut berkeliling, hatinya meluap berkidung pulang. Ia berkata, getar suaranya menggema samudra, ”Lihat pulau itu, rahim bumi ibu kita. Bahkan di sini dia membuai jua, buai berlagu, lagu bagi surga, ajakan bagi bumi. Apakah antara langit dan bumi, yang mengantarkan nyanyian dan mengguncang bumi mendukung gairah kehidupan?